Jumat, 27 Desember 2013

mungkin...!!!!!

Mungkin, yang pergi dengan kenangan indah itu CINTA Namun yang datang dengan komitmen itu JODOH Mungkin, yang menggelisahkan hati itu BERHARAP Namun yang menentramkan hati itu YAKIN Mungkin, yang tak bisa dilupakan itu MASA LALU Namun yang bisa kita ubah itu HARI INI Mungkin, yang menyesakkan dada itu CEMBURU Namun yang melegakan dada itu IKHLAS Memang berat untuk melupakan dirinya, yang pernah memberikan warna dalam hidup yang pernah memercikkan noktah cinta dalam hati Namun, waktu yang akan menjawab.. Siapa belahan jiwa sebenarnya yang Dia anugerahkan Untuk menjadi tempat yang halal untuk menambatkan hati juga mengekspresikan segala warna cinta. Semua akan indah pada waktunya,

PILIH BANGUN CINTA ATAU JATUH CINTA?

PILIH BANGUN CINTA ATAU JATUH CINTA? Bangun cinta itu tentang keyakinan akan takdirNya Tentang kesungguhan untuk menggenapkan separuh agama Tentang kemuliaan niat, lebih tinggi dari sekedar menyalurkan syahwat Maka, saat seorang lelaki siap membangun cinta Ia bukan hanya mencari wanita yang cocok dijadikan istri Namun juga wanita yang siap jadi ibu peradaban Maka, saat seorang wanita siap membangun cinta yang ia pilih bukan lelaki yang mengatakan "Aku ingin jadi pacar setiamu!" Tapi lelaki yang mengatakan, "Kuingin menapaki surga bersamamu!" Bukan lelaki yang hanya pandai berjanji palsu Tapi dia yang siap berjuang bersamamu Bukan lelaki yang hanya ingin menikmati tubuhmu Tapi juga lelaki yang ingin tumbuh besar denganmu Saat membangun cinta, yang dicari bukan hanya kesamaan hobi Tapi tentang kesamaan persepsi dan visi Maka, Komitmen keimanan jadi standar pilihan Kualitas ibadah jadi pertimbangan melangkah Akhlak mulia memperkokoh keyakinan jiwa Bukan seperti mereka yang menikah karena jatuh cinta Atau yang terlanjur masuk ke lembah nista Lalu terpaksa menikah karena sudah ternoda Akhirnya tiada cinta, yang datang hanyalah derita JADI, PILIH JATUH CINTA ATAU BANGUN CINTA?

PILIH BANGUN CINTA ATAU JATUH CINTA?

PILIH BANGUN CINTA ATAU JATUH CINTA? Bangun cinta itu tentang keyakinan akan takdirNya Tentang kesungguhan untuk menggenapkan separuh agama Tentang kemuliaan niat, lebih tinggi dari sekedar menyalurkan syahwat Maka, saat seorang lelaki siap membangun cinta Ia bukan hanya mencari wanita yang cocok dijadikan istri Namun juga wanita yang siap jadi ibu peradaban Maka, saat seorang wanita siap membangun cinta yang ia pilih bukan lelaki yang mengatakan "Aku ingin jadi pacar setiamu!" Tapi lelaki yang mengatakan, "Kuingin menapaki surga bersamamu!" Bukan lelaki yang hanya pandai berjanji palsu Tapi dia yang siap berjuang bersamamu Bukan lelaki yang hanya ingin menikmati tubuhmu Tapi juga lelaki yang ingin tumbuh besar denganmu Saat membangun cinta, yang dicari bukan hanya kesamaan hobi Tapi tentang kesamaan persepsi dan visi Maka, Komitmen keimanan jadi standar pilihan Kualitas ibadah jadi pertimbangan melangkah Akhlak mulia memperkokoh keyakinan jiwa Bukan seperti mereka yang menikah karena jatuh cinta Atau yang terlanjur masuk ke lembah nista Lalu terpaksa menikah karena sudah ternoda Akhirnya tiada cinta, yang datang hanyalah derita JADI, PILIH JATUH CINTA ATAU BANGUN CINTA?

move on

MOVE ON Sungguh aneh, Ada wanita yang tetap bertahan mencintai sosok lelaki Yang tampilannya urakan, subuhnya kesiangan, kuliahnya keteteran, sukanya berduaan dan hanya memberikan harapan. Lalu tetap bertahan dan berharap ia akan berubah dan bisa mencintaimu seutuhnya. Kenapa tidak memilih untuk segera move on dan mengharapkan yang lebih baik dengan membaikkan kualitas pribadi Sebaik-baik kualitas diri Lelaki idaman itu Sikapnya baik, bicaranya yang baik-baik bergaul di tempat yang baik dan mendapatkan yang baik So, kenapa masih ada di tempat yang salah? MOVE ON!

ukhti kemana jillbabmu

. Ukhty.. Kemana Jilbabmu..?? Selama ini masih banyak kita dengarkalimat ini : ''Buat apa berjilbab klo pacaran..?" Berjilbab sekarang hanya sebagaikedok. Buat apa berjilbab kalau akhlaknya rusak..? Yang penting jilbabpin dulu hati,jilbab kepala gak penting, buat apa.?? ... Ukhty.. bener gak kamu pernahberkata seperti itu..?? Jujurlah pada hatimu..¡¡ Ayo kita katakan : STOP !!! Hentikan..!! Paling tidak dengan berjilbab makasalah satu kwajiban sebagai hamba Allah telah terlaksana. Yang lain-lainmengenai akhlak, ibadah, status.. itu urusan individu dengan Allah kelak diakhirat, tapi bukan untuk saling melempar kekurangan. Tanyalah pria paling bejat skalipun,bila ia di minta memilih wanita sebagai istrinya : antara wanita yang taat,auratnya tertutup, atau wanita gaul, cantik, dan gemar busana sexi..?? Pria itu akan memilih wanita yangtaat dan auratnya terjaga. Karena (maaf) sebejat-bejatnya pria, ia pastimerindukan wanita baik-baik. Percayalah... Kecantikanmu takkan pudar hanya karena jilbab yang berkibar, keseksian tubuhmu takkan surut hanya karena berjilbab panjang, kemulusan dankeputihan kulitmu akan lebih terjaga dengan jilbab. Dan cinta seorang hamba sholehkepadamu takkan mungkin terhalang hanya karena jilbab lebar dan baju panjangmu. Karena saat cinta berlabuh, disanalah Allah berperan...!

Rabu, 28 Agustus 2013

Kau belum pernah hadir dalam sketsa mimpiku Namun kau sudah tercatat sebagai belahan jiwaku jauh sebelum kita terlahir ke dunia Aku tak mengenalmu Begitu juga kau yang belum tentu mengenalku Namun aku percaya, kau titipan Tuhan untukku. Kelebihanmu, mendecak kekaguman dalam hati memaksaku tuk melafadzkan tahmid cinta kekuranganmu, cermin bagiku yang membuatku sadar, kita hanyalah manusia biasa yang punya salah dan alpa Aku tak memilihmu, namun Allah yang pilihkan dirimu untukku Maka, mari kita sinergikan potensi, lejitkan semangat dan ciptakan karya-karya bersama Hingga saatnya kelak.. Lahirkan generasi robbani yang cinta Al-Quran kita berjuang tuk membina generasi pembaharu yang nafasnya dzikir, lafadznya quran, akhlaqnya Rasulullah tidurnya ibadah, hidupnya ma'rifat, matinya syahid

Jumat, 02 Agustus 2013

nusantara

Hamparan sejarah tersusun tanpa kata Pada patriot yang gugur tak sempat kutitipkan doa Sajak nasionalisme terkikis di tiap sudut kota Riuhnya hanya sebatas suka Wajah-wajah miris, menangis tragis Mencari warna emas di pelosok negeri, kami pun berderai lagi Saatku dulu, bumiku terhampar padi yang sekuning itu Saatmu kini, terpapar gedung tinggi mencengkeram bumi Nusantara telah berganti Wajahnya tak sepolos zamanku tempo itu, memang telah terpoles sebuah reformasi Entah seperti apa pun topeng potretmu, Negeriku Akan berubah mengikuti lajunya sang waktu Tetap saja Indonesia adalah seluas Nusantara Negara kepulauan yang termahsyur namanya Belahan bumi tersempurna yang telah Tuhan anugerahkan kepada kita Dengan segala keragaman Menyatu dalam perbedaan Bersama menjalin indahnya kebinekaan

negiri INDONESIA

Suara langit tak pernah menepi, apalagi pergi Langkah kami anak negeri, juga tak pernah berhenti Kuasa tanpa asa bukanlah tersemat di tiap sanubari Hanya asa, kuasa yang ditopang sebuah harapan pada Bumi Pertiwi Titik-titik jejak bukannya beriring saat mentari pagi Bumi saksi kerasnya liku jalan kami, bahkan saat sang bulan kian meninggi Kapan bisa kurengkuh kebenaran, biar bisa mengabdi sepenuh hati? Menulis kisah tanpa guratan hitam korupsi Cinta kami seputih gumpalan pelangi Namun berbaur kotornya gradasi politik ini Suara-suara lantang datang menguji Perut-perut lapar tak ada yang peduli Tanah Air beta, rintihan anak negeri tersamarkan lagi Betapa cinta tunas-tunas bangsa lahir pada kami Semangat berapi-api berjuang dengan usaha sediri Belajar, alasan yang terus memotivasi Esok nanti, kamilah yang mengubah sejarah kisah Ibu Pertiwi Tangan kurus putra-putri dari seluruh penjuru negeri Bersatu merangkul ilmu, untukmu, Indonesia yang kami cintai Percayalah, bakti jiwa raga kami tetap: padamu, Negeri!

Rabu, 27 Maret 2013

letak hubungan kita

“Kualitas hubungan kita dengan orang lain hanya dapat seberkualitas diri kita. Maka pereloklah diri kita sendiri” Hari ini saya mendapat pelajaran baru. Untuk membawa orang lain menjadi sebernilai yang kita inginkan maka syarat utama yang harus tak lepas dari kita adalah setidaknya kita berada pada tahap nilai yang kita inginkan tersebut. Untuk menjadikan seseorang bisa bersepeda umpamanya maka yang harus kita miliki adalah keahlian mengayuh untuk bersepeda tanpa terjatuh. Karena kita tidak bisa memberikan apa yang tidak kita miliki. Pun masalah kenyamanan. Kita tidak bisa nyaman berhubungan dengan orang lain sebelum kita nyaman dengan diri kita sendiri. Maka kuncinya, perloklah, perindahlah, dandanilah segenap akhlak dan kepribadian anda hingga menjadi pribadi yang menawan. Karena hanya dengan itu anda dapat menjadikan orang yang dahulu redup menjadi benderang, yang dahulu serendah pijakan hingga dapat menyeruak ke lelangit. Karena kita hanya dapat memberikan yang terbaik kepada orang lain setelah kita dapat mengorbankan hal yang terbaik juga untuk kita sendiri. Jika yang terbaik yang ada pada diri kita tidak lebih baik dari apa yang dimiliki orang lain maka akan sukar untuk membawa orang lain itu untuk lebih dari keadaannya saat ini. Dari sini saya belajar, dari sini kita belajar. Bahwa isilah diri kita lebih dahulu dengan sebanyak-banyaknya kebaikan adalah hal yang utama. Isilah dengan ilmu, keshalihan, amal dan pelbagai hal indah lainnya. Karena apa yang kita berikan kepada orang lain bergantung dengan apa yang kita miliki. Apabila diri kita hanya berisi lelimbah, maka siaplah untuk hanya menjadikan orang lain menjadi semakin berbau busuk, semakin bacin dan menggelisahkan. Namun sebaliknnya ketika dalam diri dan jiwa kita telah riuh dengan aneka kebaikan-kebaikan dan hikmah. Maka tunggulah semerbak wangi orang-orang di sekitar anda atas haruman yang telah anda sebar kepada mereka.

letak hubungan kita

“Kualitas hubungan kita dengan orang lain hanya dapat seberkualitas diri kita. Maka pereloklah diri kita sendiri” Hari ini saya mendapat pelajaran baru. Untuk membawa orang lain menjadi sebernilai yang kita inginkan maka syarat utama yang harus tak lepas dari kita adalah setidaknya kita berada pada tahap nilai yang kita inginkan tersebut. Untuk menjadikan seseorang bisa bersepeda umpamanya maka yang harus kita miliki adalah keahlian mengayuh untuk bersepeda tanpa terjatuh. Karena kita tidak bisa memberikan apa yang tidak kita miliki. Pun masalah kenyamanan. Kita tidak bisa nyaman berhubungan dengan orang lain sebelum kita nyaman dengan diri kita sendiri. Maka kuncinya, perloklah, perindahlah, dandanilah segenap akhlak dan kepribadian anda hingga menjadi pribadi yang menawan. Karena hanya dengan itu anda dapat menjadikan orang yang dahulu redup menjadi benderang, yang dahulu serendah pijakan hingga dapat menyeruak ke lelangit. Karena kita hanya dapat memberikan yang terbaik kepada orang lain setelah kita dapat mengorbankan hal yang terbaik juga untuk kita sendiri. Jika yang terbaik yang ada pada diri kita tidak lebih baik dari apa yang dimiliki orang lain maka akan sukar untuk membawa orang lain itu untuk lebih dari keadaannya saat ini. Dari sini saya belajar, dari sini kita belajar. Bahwa isilah diri kita lebih dahulu dengan sebanyak-banyaknya kebaikan adalah hal yang utama. Isilah dengan ilmu, keshalihan, amal dan pelbagai hal indah lainnya. Karena apa yang kita berikan kepada orang lain bergantung dengan apa yang kita miliki. Apabila diri kita hanya berisi lelimbah, maka siaplah untuk hanya menjadikan orang lain menjadi semakin berbau busuk, semakin bacin dan menggelisahkan. Namun sebaliknnya ketika dalam diri dan jiwa kita telah riuh dengan aneka kebaikan-kebaikan dan hikmah. Maka tunggulah semerbak wangi orang-orang di sekitar anda atas haruman yang telah anda sebar kepada mereka.

letak hubungan kita

“Kualitas hubungan kita dengan orang lain hanya dapat seberkualitas diri kita. Maka pereloklah diri kita sendiri” Hari ini saya mendapat pelajaran baru. Untuk membawa orang lain menjadi sebernilai yang kita inginkan maka syarat utama yang harus tak lepas dari kita adalah setidaknya kita berada pada tahap nilai yang kita inginkan tersebut. Untuk menjadikan seseorang bisa bersepeda umpamanya maka yang harus kita miliki adalah keahlian mengayuh untuk bersepeda tanpa terjatuh. Karena kita tidak bisa memberikan apa yang tidak kita miliki. Pun masalah kenyamanan. Kita tidak bisa nyaman berhubungan dengan orang lain sebelum kita nyaman dengan diri kita sendiri. Maka kuncinya, perloklah, perindahlah, dandanilah segenap akhlak dan kepribadian anda hingga menjadi pribadi yang menawan. Karena hanya dengan itu anda dapat menjadikan orang yang dahulu redup menjadi benderang, yang dahulu serendah pijakan hingga dapat menyeruak ke lelangit. Karena kita hanya dapat memberikan yang terbaik kepada orang lain setelah kita dapat mengorbankan hal yang terbaik juga untuk kita sendiri. Jika yang terbaik yang ada pada diri kita tidak lebih baik dari apa yang dimiliki orang lain maka akan sukar untuk membawa orang lain itu untuk lebih dari keadaannya saat ini. Dari sini saya belajar, dari sini kita belajar. Bahwa isilah diri kita lebih dahulu dengan sebanyak-banyaknya kebaikan adalah hal yang utama. Isilah dengan ilmu, keshalihan, amal dan pelbagai hal indah lainnya. Karena apa yang kita berikan kepada orang lain bergantung dengan apa yang kita miliki. Apabila diri kita hanya berisi lelimbah, maka siaplah untuk hanya menjadikan orang lain menjadi semakin berbau busuk, semakin bacin dan menggelisahkan. Namun sebaliknnya ketika dalam diri dan jiwa kita telah riuh dengan aneka kebaikan-kebaikan dan hikmah. Maka tunggulah semerbak wangi orang-orang di sekitar anda atas haruman yang telah anda sebar kepada mereka.

pekerjaan orang hebat

Jangan memupus ambisi orang. Karena itu pekerjaan orang kecil. Maka pekerjaan orang hebat adalah berusaha membuat orang-orang sehebat dirinya. Kali ini saya harus menyebut dua orang saudara; Shahdan dan Garry. Saya senang dengan mereka berdua dan insya Allah dapat mencintai mereka berdua. Alasannya sederhana. Mereka yang paling kuat berambisi dan yang paling sukar letih dalam berikhtiar. Karena seseorang yang bersungguh-sungguh adalah lebih baik dari orang yang lain. Memiliki sahabat yang bermimpi itu mengasyikan. Dan puncaknya ketika masing-masing capaian mereka siap dituai. Menjadi orang yang memiliki keinginan untuk memperoleh tempat yang terbaik di hadapan Allah itu sungguh menyenangkan. Karena tiap-tiap sela waktu kita diisi dengan usaha pencapaian yang berpahala. Setiap tarik dan hembusan napas kita dimanifestasikan dalam hal yang bermanfaat. Dan saya mendapati cita-cita mereka berdua seperti demikian. Laksana bibit berjuta pahala. Maka saya akan sangat senang apabila terlibat dalam pencapaiannya. Setiap orang memiliki cita, tiap cita harus diselimuti dengan usaha, tiap usaha mendapat rintangan, tiap rintangan adalah anak tangga, dan tiap anak tangga berujung pencapaian. Setiap yang berambisi menghadapi pelbagai kesulitan. Dan tugas kita di sini cukup mudah. Jangan menjadi hambatan bagi cita orang lain. Jangan pernah menjadi pemusnah impian, pemupus harapan. Karena keberadaan kita di sini untuk membangun, bukan meruntuhkan. Untuk ikut berbahagia saat sang sahabat bersorak senang atas pencapaiannya. Dan kerap ada waktu yang paling menggoda untuk menggoyah cita sahabat dengan lisan kita. Ketika kita memilih berkata “air di tempat ini sangat dingin” bukan “di tempat ini airnya menyejukkan” saat sahabat kita sedang bersemangat untuk berdiri tahajjud di malam hari. Ketika kita membuncahkan segala pengetahuan kita tentang pantangan-pantangan cita seseorang. Saat perkataan sombong kita hanya membuat nyali seseorang ciut. Saat pengalaman pahit kita menjadikan cita orang lain menjadi ancai. Membuat orang menjadi takut. Dan tidak ada alasan bagi kita untuk mengkritik impian orang lain sekalipun bagi kita adalah hal yang musykil. Dan janganlah cemburu dengan pencapaian orang lain. Banyak ditemukan kebiasaan buruk orang yang gagal mencapai cita adalah menanggalkan impian orang lain yang bercita sama. Kesombongan membuat orang tidak ingin melihat orang lain lebih baik. Ketika sahabat berhasil menunaikan shaum setiap senin dan kamis, yang ia lakukan bukan menyamai dan membersamai amalannya. Tetapi ia bersipayah menggoda agar orang lain bisa seburuk dirinya. Ia tidak suka dengan orang lain yang sedang konsisten mengejar cita agung dengan amal shalih. Karena mereka ingin menjadi yang paling tinggi, dengan menjatuhkan orang lain ke tempat yang lebih rendah. Maka pekerjaan kita bukan seperti orang kecil di atas. Kegelisahan kita tidak tampak ketika orang lain sedang bergembira. Tetapi kita bersama dengan mimpi dan harap mereka. Kita ikut bahagia ketika sang sahabat berhasil shalat di masjid lima waktu. Kita ikut bahagia ketika hati orang lain menggelora. Karena letak kebaikan kita di situ. Letak kebaikan kita berada saat membuat orang lain lebih baik dari kita. Dan kunjungilah mimpi-mimpi mereka dengan berkala. Karena boleh jadi satu waktu ikhtiar mereka melemah. Amalan mereka banyak meredup. Dan tugas kita datang sebagai api. Membarakan kembali.

pekerjaan orang hebat

Jangan memupus ambisi orang. Karena itu pekerjaan orang kecil. Maka pekerjaan orang hebat adalah berusaha membuat orang-orang sehebat dirinya. Kali ini saya harus menyebut dua orang saudara; Shahdan dan Garry. Saya senang dengan mereka berdua dan insya Allah dapat mencintai mereka berdua. Alasannya sederhana. Mereka yang paling kuat berambisi dan yang paling sukar letih dalam berikhtiar. Karena seseorang yang bersungguh-sungguh adalah lebih baik dari orang yang lain. Memiliki sahabat yang bermimpi itu mengasyikan. Dan puncaknya ketika masing-masing capaian mereka siap dituai. Menjadi orang yang memiliki keinginan untuk memperoleh tempat yang terbaik di hadapan Allah itu sungguh menyenangkan. Karena tiap-tiap sela waktu kita diisi dengan usaha pencapaian yang berpahala. Setiap tarik dan hembusan napas kita dimanifestasikan dalam hal yang bermanfaat. Dan saya mendapati cita-cita mereka berdua seperti demikian. Laksana bibit berjuta pahala. Maka saya akan sangat senang apabila terlibat dalam pencapaiannya. Setiap orang memiliki cita, tiap cita harus diselimuti dengan usaha, tiap usaha mendapat rintangan, tiap rintangan adalah anak tangga, dan tiap anak tangga berujung pencapaian. Setiap yang berambisi menghadapi pelbagai kesulitan. Dan tugas kita di sini cukup mudah. Jangan menjadi hambatan bagi cita orang lain. Jangan pernah menjadi pemusnah impian, pemupus harapan. Karena keberadaan kita di sini untuk membangun, bukan meruntuhkan. Untuk ikut berbahagia saat sang sahabat bersorak senang atas pencapaiannya. Dan kerap ada waktu yang paling menggoda untuk menggoyah cita sahabat dengan lisan kita. Ketika kita memilih berkata “air di tempat ini sangat dingin” bukan “di tempat ini airnya menyejukkan” saat sahabat kita sedang bersemangat untuk berdiri tahajjud di malam hari. Ketika kita membuncahkan segala pengetahuan kita tentang pantangan-pantangan cita seseorang. Saat perkataan sombong kita hanya membuat nyali seseorang ciut. Saat pengalaman pahit kita menjadikan cita orang lain menjadi ancai. Membuat orang menjadi takut. Dan tidak ada alasan bagi kita untuk mengkritik impian orang lain sekalipun bagi kita adalah hal yang musykil. Dan janganlah cemburu dengan pencapaian orang lain. Banyak ditemukan kebiasaan buruk orang yang gagal mencapai cita adalah menanggalkan impian orang lain yang bercita sama. Kesombongan membuat orang tidak ingin melihat orang lain lebih baik. Ketika sahabat berhasil menunaikan shaum setiap senin dan kamis, yang ia lakukan bukan menyamai dan membersamai amalannya. Tetapi ia bersipayah menggoda agar orang lain bisa seburuk dirinya. Ia tidak suka dengan orang lain yang sedang konsisten mengejar cita agung dengan amal shalih. Karena mereka ingin menjadi yang paling tinggi, dengan menjatuhkan orang lain ke tempat yang lebih rendah. Maka pekerjaan kita bukan seperti orang kecil di atas. Kegelisahan kita tidak tampak ketika orang lain sedang bergembira. Tetapi kita bersama dengan mimpi dan harap mereka. Kita ikut bahagia ketika sang sahabat berhasil shalat di masjid lima waktu. Kita ikut bahagia ketika hati orang lain menggelora. Karena letak kebaikan kita di situ. Letak kebaikan kita berada saat membuat orang lain lebih baik dari kita. Dan kunjungilah mimpi-mimpi mereka dengan berkala. Karena boleh jadi satu waktu ikhtiar mereka melemah. Amalan mereka banyak meredup. Dan tugas kita datang sebagai api. Membarakan kembali.

membalas air tuba dengan air susu

Tugas kita, membalas air tuba dengan air susu Perselisihan akan sulit untuk usai ketika kita berada dalam pihak yang benar. Mengapa? Karena dalam posisi yang ini, mengalah menjadi hal yang berat. Meminta maaf tanpa memiliki kesalahan menjadikan diri kita risau. Berpikir bahwa harga diri akan merosot terambau kala mengalah tanpa salah membuat hati kita melayang angkuh. Menjadikan perselisihan semakin berumur. Tetapi di sinilah seharusnya seorang muslim bertaji. Menunjukkan diri yang memang layak menahan gelombang nafsu. Untuk tidak angkuh, untuk tidak sombong, untuk tidak meninggi di hadapan sang asor yang kalah. Karena seribu bukti yang menyatakan kesalahan si pecundang takkan berdaya apa. Takkan menyelesaikan perselisihan yang timpang. Hanya akan menyembilu hati dan menghasilkan luka abadi dan cena. Karena seribu bukti yang memenangkan kita takkan menjadikan tali persaudaraan terikat erat. Menuntaskan perselisihan dengan cara yang kasar. Terlihat lembut namun tetap terasa kasar, seperti cual. Hanya menjadikan kita seperti mengawang padahal menginjak rendah orang lain. Maka iman seorang muslim hadir di sini untuk melawan gejolak nafsu yang bergas. Karena ia yang berdaya untuk mengalah dalam kemenangan. Karena ia yang sanggup meminta maaf saat tidak mengemban cela. Karena ia yang berani menunduk rengkuh di depan orang salah yang meninggi. Karena orang beriman yang berdaya. Untuk tidak menyidang salah dengan seribu bukti nyata dan memilih menyungging senyum mengambau rendah. Karena ia yakin jalan inilah yang menyelesaikan pertikaian dengan cara yang elok. Yang bukan hanya menuntaskan pertikaian bahkan membangun peradaban cinta di kedua hati. Dan bagi seorang muslim cela orang menjadi kesempatan. Dosa seseorang menjadi tanaman gagah berbuah aneka pahala. Karena ia bisa menuai pahala sebanyak-banyaknya. Ia bisa memohonkan ampunan untuk orang yang lallim padanya. Ia bisa meminta maaf atau menawarkannya. Ia berdaya untuk membuat hati yang gelisah bersalah menjadi mendekat hangat. Karena seorang muslim memiliki senjata andalan; iman. Dengannya gejolak nafsu untuk meninggi mengerdil. Dengannya rasa ujub menjadi sirna ancai. Lebih dari itu mengalah memberikan akibat yang lebih indah. Membalas satu kesalahan orang dengan dua kebaikan berdampak istimewa. Menjadikan dua hati yang membenci jadi mencinta. Menjadikan dua batin yang berseteru gelisah menjadi indah terikat ukhuwah. "Sambunglah orang yang memutuskanmu, berilah makan orang yang bakhil terhadapmu, dan berilah maaf orang yang berbuat zhalim terhadapmu." (Al-Hadits)

membalas air tuba dengan air susu

Tugas kita, membalas air tuba dengan air susu Perselisihan akan sulit untuk usai ketika kita berada dalam pihak yang benar. Mengapa? Karena dalam posisi yang ini, mengalah menjadi hal yang berat. Meminta maaf tanpa memiliki kesalahan menjadikan diri kita risau. Berpikir bahwa harga diri akan merosot terambau kala mengalah tanpa salah membuat hati kita melayang angkuh. Menjadikan perselisihan semakin berumur. Tetapi di sinilah seharusnya seorang muslim bertaji. Menunjukkan diri yang memang layak menahan gelombang nafsu. Untuk tidak angkuh, untuk tidak sombong, untuk tidak meninggi di hadapan sang asor yang kalah. Karena seribu bukti yang menyatakan kesalahan si pecundang takkan berdaya apa. Takkan menyelesaikan perselisihan yang timpang. Hanya akan menyembilu hati dan menghasilkan luka abadi dan cena. Karena seribu bukti yang memenangkan kita takkan menjadikan tali persaudaraan terikat erat. Menuntaskan perselisihan dengan cara yang kasar. Terlihat lembut namun tetap terasa kasar, seperti cual. Hanya menjadikan kita seperti mengawang padahal menginjak rendah orang lain. Maka iman seorang muslim hadir di sini untuk melawan gejolak nafsu yang bergas. Karena ia yang berdaya untuk mengalah dalam kemenangan. Karena ia yang sanggup meminta maaf saat tidak mengemban cela. Karena ia yang berani menunduk rengkuh di depan orang salah yang meninggi. Karena orang beriman yang berdaya. Untuk tidak menyidang salah dengan seribu bukti nyata dan memilih menyungging senyum mengambau rendah. Karena ia yakin jalan inilah yang menyelesaikan pertikaian dengan cara yang elok. Yang bukan hanya menuntaskan pertikaian bahkan membangun peradaban cinta di kedua hati. Dan bagi seorang muslim cela orang menjadi kesempatan. Dosa seseorang menjadi tanaman gagah berbuah aneka pahala. Karena ia bisa menuai pahala sebanyak-banyaknya. Ia bisa memohonkan ampunan untuk orang yang lallim padanya. Ia bisa meminta maaf atau menawarkannya. Ia berdaya untuk membuat hati yang gelisah bersalah menjadi mendekat hangat. Karena seorang muslim memiliki senjata andalan; iman. Dengannya gejolak nafsu untuk meninggi mengerdil. Dengannya rasa ujub menjadi sirna ancai. Lebih dari itu mengalah memberikan akibat yang lebih indah. Membalas satu kesalahan orang dengan dua kebaikan berdampak istimewa. Menjadikan dua hati yang membenci jadi mencinta. Menjadikan dua batin yang berseteru gelisah menjadi indah terikat ukhuwah. "Sambunglah orang yang memutuskanmu, berilah makan orang yang bakhil terhadapmu, dan berilah maaf orang yang berbuat zhalim terhadapmu." (Al-Hadits)

membalas air tuba dengan air susu

Tugas kita, membalas air tuba dengan air susu Perselisihan akan sulit untuk usai ketika kita berada dalam pihak yang benar. Mengapa? Karena dalam posisi yang ini, mengalah menjadi hal yang berat. Meminta maaf tanpa memiliki kesalahan menjadikan diri kita risau. Berpikir bahwa harga diri akan merosot terambau kala mengalah tanpa salah membuat hati kita melayang angkuh. Menjadikan perselisihan semakin berumur. Tetapi di sinilah seharusnya seorang muslim bertaji. Menunjukkan diri yang memang layak menahan gelombang nafsu. Untuk tidak angkuh, untuk tidak sombong, untuk tidak meninggi di hadapan sang asor yang kalah. Karena seribu bukti yang menyatakan kesalahan si pecundang takkan berdaya apa. Takkan menyelesaikan perselisihan yang timpang. Hanya akan menyembilu hati dan menghasilkan luka abadi dan cena. Karena seribu bukti yang memenangkan kita takkan menjadikan tali persaudaraan terikat erat. Menuntaskan perselisihan dengan cara yang kasar. Terlihat lembut namun tetap terasa kasar, seperti cual. Hanya menjadikan kita seperti mengawang padahal menginjak rendah orang lain. Maka iman seorang muslim hadir di sini untuk melawan gejolak nafsu yang bergas. Karena ia yang berdaya untuk mengalah dalam kemenangan. Karena ia yang sanggup meminta maaf saat tidak mengemban cela. Karena ia yang berani menunduk rengkuh di depan orang salah yang meninggi. Karena orang beriman yang berdaya. Untuk tidak menyidang salah dengan seribu bukti nyata dan memilih menyungging senyum mengambau rendah. Karena ia yakin jalan inilah yang menyelesaikan pertikaian dengan cara yang elok. Yang bukan hanya menuntaskan pertikaian bahkan membangun peradaban cinta di kedua hati. Dan bagi seorang muslim cela orang menjadi kesempatan. Dosa seseorang menjadi tanaman gagah berbuah aneka pahala. Karena ia bisa menuai pahala sebanyak-banyaknya. Ia bisa memohonkan ampunan untuk orang yang lallim padanya. Ia bisa meminta maaf atau menawarkannya. Ia berdaya untuk membuat hati yang gelisah bersalah menjadi mendekat hangat. Karena seorang muslim memiliki senjata andalan; iman. Dengannya gejolak nafsu untuk meninggi mengerdil. Dengannya rasa ujub menjadi sirna ancai. Lebih dari itu mengalah memberikan akibat yang lebih indah. Membalas satu kesalahan orang dengan dua kebaikan berdampak istimewa. Menjadikan dua hati yang membenci jadi mencinta. Menjadikan dua batin yang berseteru gelisah menjadi indah terikat ukhuwah. "Sambunglah orang yang memutuskanmu, berilah makan orang yang bakhil terhadapmu, dan berilah maaf orang yang berbuat zhalim terhadapmu." (Al-Hadits)

pintal benang berkelindan

Yang selalu lebih unik adalah kelebihan. Yang kita butuhkan selalu ada pada mereka, Yang mereka butuhkan selalu kita punya. Seperti pintal benang berkelindan. Saling mencocok saling menyokong. Yang satu ini, sahabat mulia. Sepasang bola matanya istimewa. Istimewa karena tak pernah mendurhakai Allah. Ia tertakdir buta. Jalannya terseok. Indra penglihatnya digantikan oleh kayu-kayu kering gemurun. Orang-orang tak pernah memandangnya dengan mata yang memburu tegun. Hanya sebelah saja. Kehadirannya abai. Ketiadaannya tak terasa mengganjilkan. Dipandang lemah, fakir, tak banyak daya, namun jiwanya penuh cahaya. Abyad menyemburat. Terlihat dungu namun gudang ilmu. Penampilannya kusut masai. Namun hatinya terpapak rapi. Suci. Mencahayai. Dan yang satunya, sahabat yang menyejukkan. Matanya indah menggerling. Tatapannya sayu melembut. Wajahnya rupawan. Tubuhnya tegap elegan. Ketampanannya berbanding lurus dengan perangai diri. Kata-katanya semilir indah. Ajakannya selalu tersambut baik oleh sahutan sahabat-sahabatnya. Banyak mengundang kekaguman. Akhlaknya elok rancak. Menjadikannya mengundang banyak orang untuk tertarik. Perangainya memikat. Kehadirannya dambaan umat. Hebatnya kedua sahabat ini sekarang bersaudara. Tepatnya dipersaudarakan. Oleh kebijakan mulia sang Nabi saw. Ditugaskan sebagai duet pendakwah yang tangguh. Mencahayai Yastrib yang kelam. Menjadi Madinah yang benderang. Yang lemah papa bertugas mendidik, menyucikan. Yang indah rupawan memikat kehadiran, memesona banyak umat. Yang satu ‘Abdullah ibn Ummi Maktum, dan yang lain Mush’ab ibn Umair. Keduanya saling menyokong dalam memperjuangkan Islam. Kekurangan yang satu tidak mendengki pada kelebihan yang lain. Kekuatan yang satu tidak mengusik kelemahan lain yang menguncup. Mereka saling menyokong. Saling membangun. Sama-sama berbagi kelebihan diantara kelemahan yang menghambat asa. Tugas mulia mulai membentuk mereka. Perpaduan yang apik ternyata. Mush’ab menjalankan tugasnya dengan cergas. Tidak satu-dua yang terpikat. Terbilang banyak. Bahkan petinggi-petinggi kaum terpesona pula dengan kail syiarnya. Nama sebesar Sa’d ibn Muadz takluk juga. Sa’d yang keislamannya berefek domino. Diikuti seluruh kaum. Menjadikan dakwah Islam berjaya. Bergerak trengginas. Seperti deburan ombak di ujung pesisir. Cepat dan melahap jejak-jejak kejahiliyahan. Dan sahabatnya memiliki peran yang tidak kalah penting. Yang ini sangat terampil menjinakkan hati. Menyucikan jiwa. Bagaimana tidak, penglihatannya saja tersucikan. Ia banyak melihat dengan hati. Sehingga menyentuh jiwa, bukan perkara musykil. Hatinya seperti muara. Terhubung dengan hulu hidayah. Dan dengan mudah bisa mencabangkannya. Menjernihkan hati orang-orang yang datang padanya. Menyejukkan jiwa orang yang datang bersuci padanya. Inilah perpaduan dalam keislaman. Kita meyakini bahwa kelemahan-kelamahan kita ibarat sebuah susunan puzzle yang tidak kita miliki. Dan hikmah, hidayah, selalu membawa kita ke tempat orang yang memilikinya. Atas izin Allah orang yang tepat selalu saja datang. Yang kita butuhkan keberadaannya selalu tiba menyertai. Menjadikan sahabat setia dalam bekerja bersama. Beramal, membuat anak tangga menuju tempat yang terdamba. Menjalin cinta, menyediakan sebuah mimbar cahaya. Di sana tempatnya. Di taman-taman surga. Akhirnya, keberadaan kita melengkapi keberadaan yang lain. Pun sebaliknya. Lalu landasan iman membuat kita saling berpegang erat. Saling berpilin kuat. Karena kita membutuhkan saudara. Untuk berbagi ilmu, memantapkan khusyuk, menyemai bibit pahala baru. Karena dengan persaudaraan iman, kelemahan tidak menjadi hirauan. Seperti sehelai benang. Lemah. Namun ia selalu bertemu helaian yang lain. Berpintal. Berkelindan. Menjadi kain yang menghangatkan. Menjadi kuat, seperrti zirah.

pintal benang berkelindan

Yang selalu lebih unik adalah kelebihan. Yang kita butuhkan selalu ada pada mereka, Yang mereka butuhkan selalu kita punya. Seperti pintal benang berkelindan. Saling mencocok saling menyokong. Yang satu ini, sahabat mulia. Sepasang bola matanya istimewa. Istimewa karena tak pernah mendurhakai Allah. Ia tertakdir buta. Jalannya terseok. Indra penglihatnya digantikan oleh kayu-kayu kering gemurun. Orang-orang tak pernah memandangnya dengan mata yang memburu tegun. Hanya sebelah saja. Kehadirannya abai. Ketiadaannya tak terasa mengganjilkan. Dipandang lemah, fakir, tak banyak daya, namun jiwanya penuh cahaya. Abyad menyemburat. Terlihat dungu namun gudang ilmu. Penampilannya kusut masai. Namun hatinya terpapak rapi. Suci. Mencahayai. Dan yang satunya, sahabat yang menyejukkan. Matanya indah menggerling. Tatapannya sayu melembut. Wajahnya rupawan. Tubuhnya tegap elegan. Ketampanannya berbanding lurus dengan perangai diri. Kata-katanya semilir indah. Ajakannya selalu tersambut baik oleh sahutan sahabat-sahabatnya. Banyak mengundang kekaguman. Akhlaknya elok rancak. Menjadikannya mengundang banyak orang untuk tertarik. Perangainya memikat. Kehadirannya dambaan umat. Hebatnya kedua sahabat ini sekarang bersaudara. Tepatnya dipersaudarakan. Oleh kebijakan mulia sang Nabi saw. Ditugaskan sebagai duet pendakwah yang tangguh. Mencahayai Yastrib yang kelam. Menjadi Madinah yang benderang. Yang lemah papa bertugas mendidik, menyucikan. Yang indah rupawan memikat kehadiran, memesona banyak umat. Yang satu ‘Abdullah ibn Ummi Maktum, dan yang lain Mush’ab ibn Umair. Keduanya saling menyokong dalam memperjuangkan Islam. Kekurangan yang satu tidak mendengki pada kelebihan yang lain. Kekuatan yang satu tidak mengusik kelemahan lain yang menguncup. Mereka saling menyokong. Saling membangun. Sama-sama berbagi kelebihan diantara kelemahan yang menghambat asa. Tugas mulia mulai membentuk mereka. Perpaduan yang apik ternyata. Mush’ab menjalankan tugasnya dengan cergas. Tidak satu-dua yang terpikat. Terbilang banyak. Bahkan petinggi-petinggi kaum terpesona pula dengan kail syiarnya. Nama sebesar Sa’d ibn Muadz takluk juga. Sa’d yang keislamannya berefek domino. Diikuti seluruh kaum. Menjadikan dakwah Islam berjaya. Bergerak trengginas. Seperti deburan ombak di ujung pesisir. Cepat dan melahap jejak-jejak kejahiliyahan. Dan sahabatnya memiliki peran yang tidak kalah penting. Yang ini sangat terampil menjinakkan hati. Menyucikan jiwa. Bagaimana tidak, penglihatannya saja tersucikan. Ia banyak melihat dengan hati. Sehingga menyentuh jiwa, bukan perkara musykil. Hatinya seperti muara. Terhubung dengan hulu hidayah. Dan dengan mudah bisa mencabangkannya. Menjernihkan hati orang-orang yang datang padanya. Menyejukkan jiwa orang yang datang bersuci padanya. Inilah perpaduan dalam keislaman. Kita meyakini bahwa kelemahan-kelamahan kita ibarat sebuah susunan puzzle yang tidak kita miliki. Dan hikmah, hidayah, selalu membawa kita ke tempat orang yang memilikinya. Atas izin Allah orang yang tepat selalu saja datang. Yang kita butuhkan keberadaannya selalu tiba menyertai. Menjadikan sahabat setia dalam bekerja bersama. Beramal, membuat anak tangga menuju tempat yang terdamba. Menjalin cinta, menyediakan sebuah mimbar cahaya. Di sana tempatnya. Di taman-taman surga. Akhirnya, keberadaan kita melengkapi keberadaan yang lain. Pun sebaliknya. Lalu landasan iman membuat kita saling berpegang erat. Saling berpilin kuat. Karena kita membutuhkan saudara. Untuk berbagi ilmu, memantapkan khusyuk, menyemai bibit pahala baru. Karena dengan persaudaraan iman, kelemahan tidak menjadi hirauan. Seperti sehelai benang. Lemah. Namun ia selalu bertemu helaian yang lain. Berpintal. Berkelindan. Menjadi kain yang menghangatkan. Menjadi kuat, seperrti zirah.

pintal benang berkelindan

Yang selalu lebih unik adalah kelebihan. Yang kita butuhkan selalu ada pada mereka, Yang mereka butuhkan selalu kita punya. Seperti pintal benang berkelindan. Saling mencocok saling menyokong. Yang satu ini, sahabat mulia. Sepasang bola matanya istimewa. Istimewa karena tak pernah mendurhakai Allah. Ia tertakdir buta. Jalannya terseok. Indra penglihatnya digantikan oleh kayu-kayu kering gemurun. Orang-orang tak pernah memandangnya dengan mata yang memburu tegun. Hanya sebelah saja. Kehadirannya abai. Ketiadaannya tak terasa mengganjilkan. Dipandang lemah, fakir, tak banyak daya, namun jiwanya penuh cahaya. Abyad menyemburat. Terlihat dungu namun gudang ilmu. Penampilannya kusut masai. Namun hatinya terpapak rapi. Suci. Mencahayai. Dan yang satunya, sahabat yang menyejukkan. Matanya indah menggerling. Tatapannya sayu melembut. Wajahnya rupawan. Tubuhnya tegap elegan. Ketampanannya berbanding lurus dengan perangai diri. Kata-katanya semilir indah. Ajakannya selalu tersambut baik oleh sahutan sahabat-sahabatnya. Banyak mengundang kekaguman. Akhlaknya elok rancak. Menjadikannya mengundang banyak orang untuk tertarik. Perangainya memikat. Kehadirannya dambaan umat. Hebatnya kedua sahabat ini sekarang bersaudara. Tepatnya dipersaudarakan. Oleh kebijakan mulia sang Nabi saw. Ditugaskan sebagai duet pendakwah yang tangguh. Mencahayai Yastrib yang kelam. Menjadi Madinah yang benderang. Yang lemah papa bertugas mendidik, menyucikan. Yang indah rupawan memikat kehadiran, memesona banyak umat. Yang satu ‘Abdullah ibn Ummi Maktum, dan yang lain Mush’ab ibn Umair. Keduanya saling menyokong dalam memperjuangkan Islam. Kekurangan yang satu tidak mendengki pada kelebihan yang lain. Kekuatan yang satu tidak mengusik kelemahan lain yang menguncup. Mereka saling menyokong. Saling membangun. Sama-sama berbagi kelebihan diantara kelemahan yang menghambat asa. Tugas mulia mulai membentuk mereka. Perpaduan yang apik ternyata. Mush’ab menjalankan tugasnya dengan cergas. Tidak satu-dua yang terpikat. Terbilang banyak. Bahkan petinggi-petinggi kaum terpesona pula dengan kail syiarnya. Nama sebesar Sa’d ibn Muadz takluk juga. Sa’d yang keislamannya berefek domino. Diikuti seluruh kaum. Menjadikan dakwah Islam berjaya. Bergerak trengginas. Seperti deburan ombak di ujung pesisir. Cepat dan melahap jejak-jejak kejahiliyahan. Dan sahabatnya memiliki peran yang tidak kalah penting. Yang ini sangat terampil menjinakkan hati. Menyucikan jiwa. Bagaimana tidak, penglihatannya saja tersucikan. Ia banyak melihat dengan hati. Sehingga menyentuh jiwa, bukan perkara musykil. Hatinya seperti muara. Terhubung dengan hulu hidayah. Dan dengan mudah bisa mencabangkannya. Menjernihkan hati orang-orang yang datang padanya. Menyejukkan jiwa orang yang datang bersuci padanya. Inilah perpaduan dalam keislaman. Kita meyakini bahwa kelemahan-kelamahan kita ibarat sebuah susunan puzzle yang tidak kita miliki. Dan hikmah, hidayah, selalu membawa kita ke tempat orang yang memilikinya. Atas izin Allah orang yang tepat selalu saja datang. Yang kita butuhkan keberadaannya selalu tiba menyertai. Menjadikan sahabat setia dalam bekerja bersama. Beramal, membuat anak tangga menuju tempat yang terdamba. Menjalin cinta, menyediakan sebuah mimbar cahaya. Di sana tempatnya. Di taman-taman surga. Akhirnya, keberadaan kita melengkapi keberadaan yang lain. Pun sebaliknya. Lalu landasan iman membuat kita saling berpegang erat. Saling berpilin kuat. Karena kita membutuhkan saudara. Untuk berbagi ilmu, memantapkan khusyuk, menyemai bibit pahala baru. Karena dengan persaudaraan iman, kelemahan tidak menjadi hirauan. Seperti sehelai benang. Lemah. Namun ia selalu bertemu helaian yang lain. Berpintal. Berkelindan. Menjadi kain yang menghangatkan. Menjadi kuat, seperrti zirah.
Kala sedang menasehati banyak diri. Beragam hati mendengar dari perspektif yang paling mereka senangi. Maka bagi kita, kuncinya menemukan kunci hati. Lalu biarkan hikmah yang dimaksud riuh membanjiri. Bagi seorang penuai hikmah, hal yang paling berharga adalah nasehatnya menyentuh bagian hati yang tepat dengan yang ia maksudkan. Ia berharap gagasannya utuh diterima setiap hati yang mendengarnya. Ia beracan cita, lantun hikmahnya semilir menyejukkan setiap hati, mengaliri setiap bagian yang dahaga. Namun hal demikian amatlah musykil bagi sebagian banyak penyemai dan penuai hikmah. Setiap perkataan yang kita ucapkan sepertinya terdengar sama oleh setiap pasang telinga yang menyimak. Sepertinya setiap maksud yang kita inginkan berhasil mengetuk setiap pintu hati para pendengar. Alih-alih, ternyata mereka hanya mendengar dari perspektif yang paling mereka senangi. Dari kacamata yang paling nyaman mereka gantungkan. Karena mereka memiliki hati yang beragam jenis, beragam cita, beragam rasa. Karena mereka memiliki perasaan yang berbeda, yang agaknya sulit tertafsir oleh hati pribadi. Maka kuncinya, menemukan kunci hati. Sehingga kita paham benar dari mana kita dapat santun memasuki hati sang sahabat. Lalu bercakap lembut dan membawa seberkas cahaya hikmah yang menyemburat. Dan biarkan Allah memuliakan kita sebagai perantara hikmah yang baik. Dengan hikmah paling tepat yang khusus mendoyong dahaganya. Membuat hati sahabat kini termadun hikmah. Indah. Sebab kita hanya membawa apa yang mereka butuhkan. Memberi jejamu yang tepat bagi sang tamu. Oleh karenanya dialog dua pasang mata selalu lebih terasa membangun. Sebab kita berbicara dengan satu hati. Dan kita hanya membawa obat yang sesuai dengan penyakit sejawat. Oleh karenanya dialog dua insan selalu terasa lebih hangat. Karena sahabat selalu meminta hanya apa yang ia ingin dan butuhkan. Lalu dengan cekatan hati kita menyelimuti hatinya yang sedang kempis. Dan dengan sayang lisan kita melantun mengobati bagian yang luka di hati. Menjadikan hikmah yang terucap kali ini bernilai paling berharga. Hanya karena kita telah menemukan kunci hati. Yang membuat kita anggun saat mencoba masuk mengalai-belai. Maka jangan bosan saat berusaha memahami hati. Jangan gusar saat bersipayah mencari dimana kunci hati. Karena nantinya hikmah yang kita tuai akan mudah mengguyur. Akan mudah terilhami.
Seorang anak laki enam tahunan tampak berlari menjauh dari rumahnya. Beberapa saat sebelumnya, suara kaca pecah sempat menghentikan kesibukan orang-orang di sekitar rumah. Ada penjual jamu, tukang sayur yang lewat, beberapa orang yang berlalu lalang. Mereka menoleh sebentar, dan berujar pelan, "Ah, anak itu lagi!" Perilaku nakal anak itu ternyata bukan pemandangan baru buat orang-orang yang kerap berada di sekitar rumah. Hampir tiap hari, bahkan bisa tiga kali sehari, anak itu melakukan kegaduhan. Dan kegaduhan itu selalu terjadi di sekitar rumahnya. Mulai suara gelas yang pecah, dobrakan pintu, dan yang baru saja terjadi, pecahnya kaca jendela. Seperti biasanya, seorang ibu keluar sesaat setelah anak nakal itu berlari menjauh dari rumah. Sambil memanggil-manggil sang anak, ibu itu tidak memperlihatkan rona marah yang membara. Tidak juga berteriak-teriak mengancam, umumnya seorang yang memendam kesal. Ia hanya memanggil-manggil nama anaknya dan dua kata setelahnya, "Sini sayang!" Kali ini, sang anak tidak seperti biasanya yang terus berlari menjauh. Ia berhenti. Ia menoleh ke arah suara yang memanggil-manggil namanya. "Ibu," desisnya pelan. Wajah kesalnya tiba-tiba pudar berganti penyesalan. Dan ia pun membiarkan dirinya dihampiri seseorang yang ia sebut ibu. "Nak!" suara sang ibu sambil tangan kanannya meraih rambut sang anak. Tangan itu pun membelai lembut rambut sang anak. "Bu, ibu nggak marah?" suara sang anak sambil wajahnya mendongak menatap wajah sang ibu. "Anakku, kenapa ibu harus marah?" jawab sang ibu singkat. Sang anak pun tiba-tiba mendekap ibunya yang agak membungkuk mensejajarkan diri dengan anaknya. "Bu," suara sang anak tiba-tiba. Sambil terus membelai rambut sang anak, wajah sang ibu makin memperlihatkan senyumnya yang sejuk di mata anaknya. "Ada apa, sayang?" ucap sang ibu lembut. "Kenapa ibu bisa seperti ini? Padahal aku sudah begitu nakal?" tanya si anak yang mulai mengendurkan dekapannya. "Anakku," ujar si ibu. "Inilah cinta!" lanjut suara sang ibu sembari tetap menampakkan senyum lembut kepada anaknya. *** Begitu banyak tingkah nakal anak-anak manusia di bumi ini. Begitu banyak kerusakan yang mereka tampakkan sehingga kehidupan menjadi gaduh. Orang-orang yang kebetulan berada di sekitar kegaduhan pun ikut merasakan gangguan-gangguan itu. Tapi, bersamaan dengan tingkah nakal itu, selalu muncul suara-suara lembut yang memanggil-manggil anak manusia untuk kembali. Seolah, suara panggilan itu mengatakan, "Kembali, sayang!" Padahal, anak-anak manusia yang nakal itu sedikit pun tidak sebanding dengan kegagahan gunung yang menjulang, kedahsyatan halilintar yang siap menyambar, kekokohan susunan bebatuan bumi yang begitu mudah menghimpit makhluk yang hidup di atasnya. Belum lagi dengan kedahsyatan terjangan ombak samudra yang bisa berubah drastis menjadi begitu menyeramkan. Tapi kenapa, justru suara lembut yang selalu memanggil-manggil dari balik menjauhnya anak-anak manusia yang nakal. Cinta. Itulah mungkin sebuah jawaban yang pas. Seperti yang diucapkan sang ibu kepada anaknya, "Cinta anakku!" Atau dalam bahasa yang lain, seperti yang diucapkan oleh Yang Maha Sayang, "Warahmati wasi'at kulla sya'i, cinta-Ku meliputi segala sesuatu!" Sayangnya, belum semua anak manusia mau menyimak sapaan kembali dan mencoba menengadah untuk membalas cinta dari Yang Maha Sayang

luka di bingkai anugrah

Awan hitam kembali berselimut Menerpa raga indah itupun terenggut Sembari mengepakkan ribuan kalang kabut Dalam nestapa yang tak henti mengatup Mencoba tetap menatap raga dengan waktu Dengan rangkak tapak langkah tetap berpijak Meski ribuan aral menggunung memuncak Asa tak pupus, dalam do’a semangat terkuak Bertahan, bertahan dan terus menahan Hingga pada akhir indah dapat terukir terangkai Terurai merdu dalam buai seruling serunai Sembari syukur menghambur dari dasar ketulusan Yang nyata ada dalam goresan senyuman

luka di bingkai anugrah

Awan hitam kembali berselimut Menerpa raga indah itupun terenggut Sembari mengepakkan ribuan kalang kabut Dalam nestapa yang tak henti mengatup Mencoba tetap menatap raga dengan waktu Dengan rangkak tapak langkah tetap berpijak Meski ribuan aral menggunung memuncak Asa tak pupus, dalam do’a semangat terkuak Bertahan, bertahan dan terus menahan Hingga pada akhir indah dapat terukir terangkai Terurai merdu dalam buai seruling serunai Sembari syukur menghambur dari dasar ketulusan Yang nyata ada dalam goresan senyuman

luka di bingkai anugrah

Awan hitam kembali berselimut Menerpa raga indah itupun terenggut Sembari mengepakkan ribuan kalang kabut Dalam nestapa yang tak henti mengatup Mencoba tetap menatap raga dengan waktu Dengan rangkak tapak langkah tetap berpijak Meski ribuan aral menggunung memuncak Asa tak pupus, dalam do’a semangat terkuak Bertahan, bertahan dan terus menahan Hingga pada akhir indah dapat terukir terangkai Terurai merdu dalam buai seruling serunai Sembari syukur menghambur dari dasar ketulusan Yang nyata ada dalam goresan senyuman

indah baru

Gugur indah dalam nyata sungguh Kala cahay tak dapat kurengkuh Namun dapatkah kaki berlalu ? Setelah sejarah hitam langkahku Memang tak bisa kembali Sebatas berbenah memperbaiki Dalam langkah semangat sanubari Aku harus bisa berlari Deru gemuruh badai kobar semangat menggelegar nyata ada dalm benak sadar Kembali menguatkan sandi dan urat nadi Untuk tetap berdetak melangkah berpijak dalam setiap tapak dan jejak Merangkai mengurai mimpi asa dalam jejak harap Setelah setangkai semangat ku genggam erat ‘ Dalam lembaran baru langkah Yang mengharap ribuan indah Anugerah

Minggu, 24 Maret 2013

sepatah kata untuknya

Percakapan kita semalam menghentakku dalam sekelinjang debar Tentang alur gelora dan awan asmara yang selama ini menguar Dalam detakku, detakmu; dalam sebuah relung yang tak mungkin tersiar Karna relung itu hanya mampu menikam dalam geletar dan denyar Tanpa sanggupku, sanggupmu menyusunnya dalam alur terhampar Namun, semalam, mengapa kau ingat lagi gelora itu? Kala aroma wangi Adam lain tengah meracuniku dalam semu? Namun, semalam, mengapa kau ingat lagi asmara itu? Kala desah tutur bidadara lain tengah membunuhku dalam debu? Ah, benarkah kau cinta padaku? Cinta yang ketika kau merangkak ke barat, menyeretmu tuk berpulang Cinta yang ketika kau berjalan ke timur, menghentakmu tuk berpaling Cinta yang ketika kau berlari ke utara-selatan, mengembalikan dirimu tuk berdesing Berpulang, berpaling, dan berdesing padaku Satu-satunya bidadari hatimu Yang tak ingin diakuimu, karena dimensi sang waktu